Wednesday, July 27, 2011

PERUBAHAN KETIGA UUD 1945

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA



Setelah   mempelajari,   menelaah,   dan   mempertimbangkan    dengan   saksama   dan   sungguh-sungguh hal-hal   yang   bersifat   mendasar   yang   dihadapi   oleh   rakyat,   bangsa,   dan   negara,   serta   dengan menggunakan    kewenangannya    berdasarkan    Pasal   37   Undang-Undang    Dasar   Negara   Republik Indonesia   Tahun   1945,   Majelis   Permusyawaratan   Rakyat   Republik   Indonesia   mengubah   dan/atau menambah Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3), dan (4); Pasal 6 Ayat (1), dan (2); Pasal
6A Ayat (1), (2), (3), dan (5); Pasal 7A; Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7); Pasal 7C;
Pasal 8 Ayat (1) dan (2); Pasal 11 ayat (2) dan (3); Pasal 17 Ayat (4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3), dan (4); Bab VIIb, Pasal 22E Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6); Pasal 23 Ayat (1), (2), (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 24C Ayat (1), (2),  (3),  (4),  (5),  dan  (6)  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945  sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut:



Pasal 1

(2)       Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. (3)       Negara Indonesia adalah negara hukum.



Pasal 3

(1)       Majelis   Permusyawaratan   Rakyat   berwenang   mengubah   dan  menetapkan   Undang-Undang
Dasar.
(3)        Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(4)       Majelis   Permusyawaratan   Rakyat   hanya   dapat   memberhentikan   Presiden   dan/atau   Wakil
Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.



Pasal 6

(1)       Calon  Presiden  dan  calon  Wakil  Presiden  harus  warga  negara  Indonesia  sejak  kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati   negara,  serta  mampu  secara  rohani  dan  jasmani  untuk  melaksanakan   tugas dan kewajibannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
(2)       Syarat-syarat   untuk   menjadi   Presiden   dan   Wakil   Presiden   diatur   lebih   lanjut   dengan undang-undang.



Pasal 6A

(1)        Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2)       Pasangan  calon  Presiden  dan  Wakil  Presiden  diusulkan  oleh  partai  politik  atau  gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
(3)       Pasangan  calon  Presiden  dan  Wakil  Presiden  yang  mendapatkan  suara  lebih  lama  dari  lima puluh   presiden   dari  jumlah   suara   dalam   pemilihan   umum   sebelum   pelaksanaan   pemilihan umum.
(5)       Tata  cara  pelaksanaan   pemilihan   Presiden   dan  Wakil  Presiden   lebih  lanjut  diatur  dalam undang-undang.



Pasal 7A

Presiden   dan/atau   Wakil   Presiden   dapat   diberhentikan   dalam   masa   jabatannya   oleh   Majelis Permusyawaratan    Rakyat   atas   usul   Dewan   Perwakilan    Rakyat,   baik   apabila   terbukti   telah melakukan   pelanggaran   hukum  berupa  pengkhianatan   terhadap   negara,  korupsi,   penyuapan,   tindak pidana  berat  lainnya,  ata u  perbuatan  tercela  maupun  apabila  terbukti  tidak  lagi  memenuhi  syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.



Pasal 7B

(1)       Usul    pemberhentian    Presiden    dan/atau    Wakil    Presiden    dapat    diajukan    oleh    Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan    permintaan    kepada    Mahkamah    Agung    untuk    memeriksa,    mengadili,    dan memutuskan  pendapat  Dewan  Perwakilan  Rakyat  bahwa  Presiden  dan/atau  Wakil  Presiden telah    melakukan    pelanggaran    hukum    berupa    penghiatan    terhadap    nega ra,    korupsi, penyuapan,   tindak  pidana  berat  lainnya,  atau  perbuatan  tercela;  dan/atau  pendapat  bahwa Presiden   dan/atau   Wakil  Presiden   tidak  lagi  memenuhi   syarat  sebagai  Presiden   dan/atau Wakil Presiden.
(2)       Pendapat   Dewan   Perwakilan    Rakyat   bahwa   Presiden   dan/a tau   Wakil   Presiden   telah melakukan   pelanggaran   hukum  tersebut  ataupun  telah  tidak  lagi  memenuhi  syarat  sebagai
Presiden   dan/atau   Wakil   Presiden   adalah   dalam   rangka   pelaksanaan   fungsi   pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(3)       Pengajuan   permintaan   Dewan   Perwakilan   Rakyat   kepada   Mahkamah   Konstitusi   hanya dapat   dilakukan   dengan   dukungan   sekurang-kurangnya   2/3   dari   jumlah   anggota   Dewan Perwakilan   Rakyat   yang   hadir   dalam   sidang   paripurna   yang   dihadiri   oleh   sekurang- kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(4)       Mahkamah   Konstitusi   wajib   memeriksa,   mengadili,   dan  memutuskan   dengan   seadil-adilnya terhadap   pendapat   Dewan   Perwakilan   Rakyat   tersebut   paling   lama   sembilan   puluh   hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(5)       Apabila   Mahkamah    Konstitusi    memutuskan    bahwa   Presiden    dan/atau   Wakil   Presiden
terbukti   melakukan   pelanggaran   hukum   berupa   pengkhianatan   terhadap   negara,   korupsi, penyuapan,   tindak   pidana   berat  lainnya,   atau  perbuatan   tercela;   dan/atau   terbukti   bahwa Presiden   dan/atau   Wakil   Presiden,   Dewan   Perwakilan   Rakyat   menyelenggarakan   sidang paripurna   untu  merumuskan   usul  perberhentian   Presiden   dan/atau   Wakil   Presiden   kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6)       Majelis   Permusyawaratan   Rakyat   wajib   menyelenggarakan   sidang   untuk  memutuskan  usul Dewan    Perwakilan    Rakyat    tersebut    paling    lama    tiga    puluh    hari    sejak    Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
(7)       Keputusan   Majelis   Permusyawaratan   Rakyat   atas   usul   pemberhentian   Presiden   dan/atau
Wakil  Presiden  harus  diambil  dalam  rapat  paripurna  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat  yang
dihadiri   oleh   sekurang-kurangnya    ¾   dari   jumlah   anggota   dan   disetujui   oleh   sekurang- kurangnya   2/3  dari  jumlah  anggota  yang  hadir,  setelah  Presiden  dan/atau  Wakil   Presiden
diberi      kesempatan      menyampaikan      penjelasan      dalam      rapat      paripurna      Majelis
Permusyawaratan Rakyat.



Pasal 7C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.



Pasal 8

(1)       Jika  Presiden   mangkat,   berhenti,   diberhentikan,   atau  tidak  dapat  melakukan   kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai masa jabatannya.
(2)       Dalam   hal   terjadi   kekosongan   Wakil   Presiden,   selambat-lambatnya   dalam   waktu   enam
puluh   hari,   Majelis   Permusyawaratan    Rakyat   menyelenggarakan    sidang   untuk   memilih
Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.



Pasal 11

(2).      Presiden   dalam   membuat   perjanjian   internasional   lainnya   yang   menimbulkan   akibat   yang luas  dan     mendasar  bagi  kehidupan  rakyat  yang  terkait  dengan  beban  keuangan  negara, dan/atau     mengharuskan     perubahan    atau    pembentukan     undang-undang    harus    dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3)       Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.




Pasal 17

(4)       Pembentukan,    pengubahan,    dan   pembubaran    kementrian    negara    diatur    dalam   undang- undang



BAB VIIA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH Pasal 22C
(1)       Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
(2)       Anggota   Dewan   Perwakilan   Daerah   dari   setiap   provinsi   jumlahnya   sama   dan   jumlah Seluruh   anggota   Dewan   Perwakilan  Rakyat  Daerah  itu  tidak  lebih  dari  sepertiga  jumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah.
(3)       Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(4)       Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.



Pasal 22D

(1)       Dewan        Perwakilan    Daerah    dapat    mengajukan    kepada    Dewan    Perwakilan    Rakyat Rancangan   Undang-undang   yang   berkaitan   dengan   otonomi   daerah,   hubungan   pusat   dan daerah,  pembentukan  dan  pemakaran  serta  penggabungan  daerah,  pengelolaan  sumber  daya
alam   dan   sumber   daya   ekonomi   lainnya,   serta   yang   berkaitan   dengan   perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2)       Dewan   Perwakilan    Daerah   ikut   membahas    Rancangan    undang-undang   yang   berkaitan dengan  otonomi  daerah;  hubungan  pusat  dan daerah;  pembentukan  pemekaran,  dan penggabungan   daerah;   pengelolaan  sumber  daya  alam  dan  sumber  daya  ekonomi  lainnya, serta   perimbangan   keuangan   pusat   dan   daerah;   serta   memberikan   pertimbangan   kepada Dewan  Perwakilan  Rakyat  atas  rancangan  undang-undang  anggaran  pendapatan  dan  belanja negara   dan   Rancangan    undang-undang    yang   berkaitan   dengan   pajak,   pendidikan,   dan agama.
(3)       Dewan  Perwakilan  Daerah  dapat  melakukan  pengawasan   atas  pelaksanaan   undang-undang
mengenai:   otonomi   daerah,   pembentukan,   pemekaran   dan  penggabungan   daerah,   hubungan pusat   dan   daerah,   pengelolaan   sumber   daya   alam   dan   sumber   daya   ekonomi   lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
(4)       Anggota  Dewan  Perwakilan  Daerah  dapat  diberhentikan  dari  jabatannya,  yang  syarat-syarat
dan tata caranya diatur dalam undang-undang.



BAB VIIB PEMILIHAN UMUM

Pasal 22E

(1)       Pemilihan  umum  dilaksanakan  secara  langsung,  umum,  bebas,  rahasia,  jujur,  dan  adil  setiap lima tahun sekali.
(2)       Pemilihan    umum    diselenggarakan    untuk    memilih    anggota    Dewan    Perwakilan    Rakyat,
Dewan  Perwakilan  Daerah,  Presiden  dan  Wakil  Presiden  dan  Dewan  Perwakilan  Rakyat
Daerah.
(3)       Peserta  pemilihan   umum  untuk  memilih  anggota  Dewan  Perwakilan   Rakyat  dan  anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
(4)       Peserta    pemilihan    umum    untuk    memilih    anggota    Dewan    Perwakilan    Daerah    adalah perseorangan.
(5)       Pemilihan    umum    diselenggarakan    oleh    suatu    komisi    pemilihan    umum    yang    bersifat
nasional, tetap dan mandiri
(6)       Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.



Pasal 23

(1)       Anggaran  pendapatan  dan  belanja  negara  sebagai  wujud  dari  pengelolaan  keuangan  negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang  dan dilaksanakan  secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(2)       Rancangan  undang-undang  anggaran  pendapatan  dan  belanja  negara  diajukan  oleh  Presiden untuk   dibahas   bersama   Dewan   Perwakilan   Rakyat   dengan   memperhatikan   pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(3)       Apabila  Dewan  Perwakilan  Rakyat  tidak  menyetujui  Rancangan  anggaran  pendapatan  dan
belanja    negara    yang    diusulkan     oleh    Presiden,    Pemerintah     menjalankan     Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
Pasal 23A

Pajak  dan  pungutan   lain  yang  bersifat  memaksa  untuk  keperluan  negara  diatur  dengan  undang- undang.



Pasal 23C

Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undnag.



BAB VIIIA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pasal 23E
(1)       Untuk  memeriksa  pengelolaan  dan  tanggung  jawab  tentang  keuangan  negara  diadakan  satu
badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(2)       Hasil  pemeriksa   keuangan   negara   diserahkan   kepada   Dewan   Perwakilan   Rakyat,   Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,sesuai dengan kewenangnnya.
(3)       Hasil   pemeriksaan   tersebut  ditindaklanjuti   oleh  lembaga   perwakilan   dan/atau   badan  sesuai dengan undang-undang.



Pasal 23F

(1)       Anggota   Badan   Pemeriksa   Keuangan   dipilih   oleh   Dewan   Perwakilan   Rakyat   dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
(2)       Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.



Pasal 23G

(1)       Badan  Pemeriksa  Keuangan  berkedudukan   di  Ibukota  negara,  dan  memiliki  perwakilan  di setiap provinsi.
(2)       Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.



Pasal 24

(1)       Kekuasaan    kehakiman    merupakan    kekuasaan    yang    merdeka    untuk    menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2)       Kekuasaan  kehakiman  dilakukan  oleh  sebuah  Mahkamah  Agung  dan  badan  peradilan  yang berada   di   bawahnya    dalam   lingkungan   peradilan   umum,   lingkungan   peradilan   agama, lingkungan   peradilan   militer,   lingkungan   peradilan   tata   usaha   negara,   dan   oleh   sebuah Mahkamah Konstitusi.



Pasal 24A
(1)       Mahkamah   Agung  berwenang   menjadi  pada  tingkat  kasasi,  menguji  peraturan   perundang- undangan   di   bawah   undang-undang   terhadap   undang-undang,   dan   mempunyai   wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
(2)       Hakim    agung    harus    memiliki    integritas    dan    kepribadian    yang    tidak    tercela,    adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum.
(3)       Calon   hakim   agung   diusulkan   Komisi   Yudisial   kepada   Dewan   Perwakilan   Rakyat   untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
(4)       Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
(5)       Susunan,   kedudukan,   ke anggotaan,    dan   hukum   acara   Mahkamah    Agung   serta   badan peradilan dibawahnya diatur dengan undang-undang.



Pasal 24B

(1)       Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
(2)       Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman dibidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
(3)       Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(4)       Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.



Pasal 24C

(1)       Mahkamah    Konstitusi    berwenang    mengadili    pada   tingkat   pertama    dan   terakhir    yang putusannya   bersifat   final   untuk   menguji   undang-undang   terhadap   Undang-Undang   Dasar, memutuskan   sengketa   kewenangan   lembaga   negara   yang   kewenangannya   diberikan   oleh Undang-Undang     Dasar,     memutuskan     pembubaran     partai     politik,     dan     memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2)       Mahkamah  Konstitusi  wajib  memberikan  putusan  atas  pendapat  Dewan  Perwakilan  Rakyat
mengenai   dugaan   pelanggaran   oleh   Presiden   dan/atau   Wakil   Presiden   menurut   Undang- Undang Dasar.
(3)       Mahkamah     Konstitusi     mempunyai     sembilan    orang    anggota    hakim    konstitusi    yang ditetapkan  oleh  Presiden,  yang  diajukan  masing-masing  tiga  orang  oleh  Mahkamah  Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
(4)       Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim konstitusi.
(5)       Hakim    konstitusi    harus   memiliki    integritas    dan   kepribadian    yang   tidak   tercela,   adil, negarawan   yang  menguasai   konstitusi   dan  ketatanegaraan,   serta  tidak  merangkap   sebagai pejabat negara.
(6)       Pengangkatan   dan   pemberhentian   hakim   konstitusi,   hukum   acara   serta   ketentuan   lainnya
tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.

Naskah   perubahan   ini   merupakan   bagian   tak   terpisahkan   dari   naskah   Undang-Undang   Dasar Negara   Republik   Indonesia   Tahun   1945.   Perubahan   tersebut   diputuskan   dalam   Rapat   Paripurna Majelis   Permusyawaratan   Rakyat  Republik  Indonesia  ke-7  (lanjutan  2)  tanggal  9  November  2001
Sidang   Tahunan   Majelis   Permusyawaratan   Rakyat   Republik   Indonesia,   dan   mulai   berlaku   pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 November 2001

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, KETUA

ttd



Prof. Dr. H.M. AMIEN RAIS

WAKIL KETUA,                                                                                WAKIL KETUA, ttd                                                                                                         ttd

Prof. Dr. Ir. GINANJAR                                                                     Ir. SUTJIPTO KARTASASMITA





WAKIL KETUA,                                                                                WAKIL KETUA, ttd                                                                                                         ttd
Prof. Dr. JUSUF AMIR                                                          Drs. H.M. HUSNIE THAMRIN FEISAL, S.Pd.




WAKIL KETUA,                                                                                WAKIL KETUA, ttd                                                                                                         ttd

Drs. H.A. NAZRI ADLANI                                                                AGUS WIDJOJO

No comments:

Post a Comment